Dinamika Perang Dingin

Sebetulnya, selama PD II, Uni Soviet dan AS merupakan sekutu dalam bertempur melawan ekspansi Jerman di bawah Adolf Hitler serta rezim Nazi-nya. Meskipun demikian, tak lama setelah PD II usai, keduanya terlibat dalam persaingan dan konflik kepentingan. Pada 5 Agustus 1946, misalnya, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill memperingatkan Harry S Truman, Presiden AS, bahwa Uni Soviet dan sekutunya telah membangun "tirai besi" di sepanjang perbatasan Eropa Barat dengan Eropa Timur sebagai jaminan kontrol Moskwa atas teritorial di belakang "tirai" tersebut. Di sisi lain, Uni Soviet juga mencurigai perilaku AS yang makin tampak ingin menggantikan posisi Inggris sebagai kekuatan kapitalis internasional.
Sementara itu, kondisi Eropa sendiri pasca-PD II sungguh amat memprihatinkan. Akibat perang tersebut, sekitar 15 juta personel militer dan 35 juta warga sipil tewas, dan lebih banyak lagi yang terluka. PD II juga mengakibatkan hancurnya sebagian besar infrastruktur dan kehidupan ekonomi benua tersebut. Inggris saja, misalnya, harus menanggung utang sebesar 20 triliun dollar AS. Akan berat bagi Eropa untuk bisa segera bangkit kembali jika harus mengandalkan kekuatan sendiri.
Melalui European Recovery Program, atau yang lebih dikenal dengan Marshall Plan (1947), AS berusaha membantu membangun kembali ekonomi Eropa. Bantuan itu sekaligus dimaksudkan untuk melancarkan politik luar negeri AS dalam menerapkan apa yang disebut sebagai "kebijakan pembendungan" (containment policy). Upaya pembendungan itu semakin berciri formal ketika pada tahun 1949 dibentuk pakta persekutuan militer antara AS dan negara-negara Eropa Barat dalam wadah NATO. Sementara itu, sebagai upaya mengimbangi NATO, pada 1955 Moskwa memprakarsai terbentuknya Pakta Warsawa sebagai pertahanan militer dari blok komunis.
Ketegangan antara blok kapitalis dan blok komunis tidak hanya terbatas di Eropa, melainkan juga meluas ke berbagai wilayah, termasuk Asia Timur. Di wilayah ini, khususnya di China Daratan, pada tahun 1949 pemerintah nasionalis Kuomintang, yang didukung Washington dan dipimpin Chiang Kai-shek, harus "merelakan" kekuasaannya karena diambil alih oleh kelompok komunis pimpinan Mao Zedong. Kemenangan blok komunis ini semakin membuat gemetar AS. AS pun menjadi sadar, komunisme merupakan ancaman bagi pengaruh kepentingan kapitalisnya tidak hanya di Eropa Barat, melainkan juga di Asia, termasuk Indonesia.


Di Indonesia sendiri, AS juga tertarik untuk ikut "membendung" pengaruh komunisme. Hal ini tampak ketika di Indonesia terjadi pemberontakan PRRI dan Permesta. Merasa bahwa Presiden Soekarno dan militer Indonesia telah condong ke kubu komunis, AS secara rahasia membantu pemberontakan tersebut (halaman 213-289). Ternyata pemberontakan itu gagal. Meskipun demikian, AS tetap saja berusaha menanamkan pengaruhnya di Indonesia. Caranya adalah dengan mendukung unsur-unsur militer Angkatan Darat yang antikomunis dan yang diam-diam juga bersikap anti-Soekarno

PENYEBAB PERANG DINGIN
  1. PERBEDAN IDEOLOGI
  2. KEINGINAN UNTUK MENJADI PENGUASA DUNIA
  3.  PEREBUTAN PENARUH DI BIDANG EKONOMI, MILITER
  4.  PENGARUH PAKTA PERTAHANAN
  5. PENGARUH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI RUANG ANGKASA
PENGARUH BIDANG EKONOMI 
  • MARSHALL PLANTà BANTUAN EKONOMI DAN MILITER AS KEPADA NEGARA EROPA UNTUK MEMBANGUN KEMBALI EROPA YANG RUSAK AKIBAT PD II
  • TRUMAN DOCTRINE à BANTUAN EKONOMI DAN MILITER AS KEPADA YUNANI DAN TURKI YANG RUSAK AKIBAT PD II
  • THE POINTS FOUR PROGRAM FOR THE ECONOMIC DEVOLOMENT IN ASIA (BANTUAN EKONOMI MILITER BAGI KEGARA-NEGARA TERBELAKANG SEPERTI ASIA )à MELALUI IKATAN MSA DARI PRESIDEN TRUMAN.
  • MULOTOV PLANTà BANTUAN EKONOMI DAN MILITER BAGI NEGARA-NEGARA EROPA TIMUR
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar