TEKS PROKLAMASI

Isi Teks Proklamasi

Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.


Naskah Otentik
Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah
seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.
Sementara naskah yang sebenarnya hasil gubahan Muh.Hatta, A.Soebardjo, dan dibantu oleh
Ir.Soekarno sebagai pencatat. Adapun bunyi teks naskah otentik itu sebagai berikut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 - 8 -'45
Wakil2 bangsa Indonesia.

DETTIK - DETIK PROKLAMASI

Naskah asli proklamasi yang ditempatkan di Monumen Nasional dengan bingkai[3]
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.

Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[4]. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.

Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.[5]

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.

PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Yamamoto dan Laksamana Maeda

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Letnan Jenderal Moichiro Yamamoto, komandan Angkatan Darat pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda dengan sepengetahuan Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.

Setelah itu mereka bermalam di kediaman Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) untuk melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Rapat dihadiri oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo, Soekarni dan Sajuti Melik. Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56[2](sekarang Jl. Proklamasi no. 1).

Sebelumnya para pemuda mengusulkan agar naskah proklamasi menyatakan semua aparat pemerintahan harus dikuasai oleh rakyat dari pihak asing yang masih menguasainya. Tetapi mayoritas anggota PPKI menolaknya dan disetujuilah naskah proklamasi seperti adanya hingga sekarang.

Para pemuda juga menuntut enam pemuda turut menandatangani proklamasi bersama Soekarno dan Hatta dan bukan para anggota PPKI. Para pemuda menganggap PPKI mewakili Jepang. Kompromi pun terwujud dengan membubuhkan anak kalimat ”atas nama Bangsa Indonesia” Soekarno-Hatta.

PERISTIWA RENGASDENGKLOK

Peristiwa Rengasdengklok

Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka menculik Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka langsung menuju ke rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol No. 1 (sekarang gedung perpustakaan Nasional-Depdiknas) yang diperkirakan aman dari Jepang. Sekitar 15 pemuda menuntut Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan melalui radio, disusul pengambilalihan kekuasaan. Mereka juga menolak rencana PPKI untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 16 Agustus.

sekitar proklamsi

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima di Jepang, oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah. Syahrir mengetahui hal itu melalui siaran radio luar negeri, yang ketika itu terlarang. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir.

Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.

Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.

Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan.

Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.
 
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.


Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol no. 1. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 malam 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan UUD yang sehari sebelumnya telah disiapkan Hatta.

Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pengikut Syahrir. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok

PENERIMAA SISWA BARU SMA SANUDIN

A. LANDASAN HUKUM:

  1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31

  2. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

  3. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

  4. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP)

  5. Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi

  6. Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan

  7. Permendiknas Nomor 6 tahun 2007 tentang Penyempurnaan Permendiknas Nomor 24 tahun 2006

  8. Permendiknas Nomor 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan  Dasar dan Menengah

  9. Permendiknas Nomor 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan

  10. Permendiknas Nomor 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana Sekolah SDMI, SMP-MTS, SMA-MA

  11. Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah 
B. DASAR :
  1. Surat Keputusan Direktur Pembinaan SMA Dirjenmandikdasmen Depdiknas RI
  2. Nomor:697/C4/MN/2007 tentang Penetapan Sekolah Penyelenggara Program
  3. Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional (R-SMA-BI)
  4. Buku Panduan Penyelenggaraan Program Rintisan SMA Bertaraf Internasional (RSMA-BI) oleh Direktorat Pembinaan SMA, Dirjenmandikdasmen Depdiknas RI tahun 2009. 
  5. Surat Direktur Pembinaan SMA Dirjen Mandikdasmen Depdiknas RI
  6. Nomor:169/C.C4/MN/2009 tanggal 10 Februari 2009 perihal Mekanisme Penerimaan
  7. Siswa Baru (PSB) Rintisan SMA Bertaraf Internasional. 
C. ASAS:

  1.  Objektif, artinya bahwa PSB, baik siswa baru maupun pindahan harus memenuhi
  2. ketentuan umum yang telah ditetapkan;
  3. Transparan, artinya PSB bersifat terbuka dan dapat diketahui oleh masyarakat
  4. termasuk orang tua siswa, untuk menghindarkan penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi;
  5.  Akuntabel, artinya PSB dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat baikprosedur maupun hasilnya;
  6. Tidak diskriminatif, artinya PSB dilaksanakan tanpa membedakan suku, agama, ras,dan golongan.
  7. Kompetitif, artinya PSB dilakukan melalui seleksi berdasarkan nilai-nilai yang iperoleh calon siswa dari setiap tahapan seleksi sesuai dengan pembobotan yang udah ditetapkan.
BERDASARKAN KETENTUAN TERSEBUT MAKA, SMA SANUDIN MELAKUKAN TES WAWANCARA DENGAN TUJUAN UNTUK MENYELEKSI SEJAUHMANA KEMAUAN/NIAT MAUPUN KEMAMPUAN CALON SISWA BARU, YANG NANTINYA AKAN MENJADI SISWA BARU SMA SANUDIN PANGKALAN BALAI.
DARI JUMLAH PENDATARAN CALON SISWA BARU TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 BERJUMLAH 245 PESERTA, YANG SELANJUTNYA  CALON SISWA BARU AKAN  MENGIKUTI TES WAWANCARA YANG DILAKSANAKAN PADA HARI SENIN TANGGAL 12 SAMPAI DENGAN HARI SELASA TANGGAL 13 JULI 2010.
PENGUMUMAN SELEKSI TES WAWANCARA AKAN DIUMUMKAN PADA HARI RABU TANGGAL 14 JULI 2010.

MITOS PULAU KEMARAU

Pulau Kemarau adalah salah satu delta yang ada di Sungai Musi.Pulau Kemarau menjadi spesial bagi warga Palembang, khususnya penganut agama Budha karena keberadaan pagoda yang dibangun mulai tahun 2006 dan mitos / sejarah / legenda Pulau Kemarau itu sendiri
Menurut legenda (sebagian meyakini sebagai sejarah) masyarakat setempat konon delta ini timbul sebagai bukti cinta Putri Siti Fatimah (salah satu putri Raja Sri Vijaya) kepada calon suaminya. Ceritanya sendiri agak mirip dengan cerita Romeo & Juliet atau Sampek Eng Tay.

Konon pada akhir kerajaan Sri Vijaya (sekitar akhir abad 14) ada seorang pangeran dari Negeri Cina Tan Bun An  datang untuk belajar ke Sri Vijaya yang saat itu memang terkenal sebagai kota pendidikan. Selama berada di Sri Vijaya pangeran itu berkenalan dan jatuh hati kepada Siti Fatimah yang putri Raja Sri Vijaya. Untuk mengikat hubungan cinta mereka sang pangeran pun meminang sang putri. Gayung pun bersambut, pinangan sang pangeran diterima oleh sang putri dan keluarganya.

Untuk melengkapi pinangannya sang pangeran pun mengutus perwira pengawalnya,'' pulang ke Cina untuk meminta cindera mata kepada bapaknya (namanya lupa). Selang berapa lama sang perwira pengawalnya datang kembali ke Sri Vijaya dengan membawa cindera mata dalam kapal beserta hulubalangnya. Tanpa sepengetahuan sang perwira pengawal dan hulubalangnya, rupanya ketika di Cina, orang tua sang pangeran menyamarkan guci, keramik dan uang cina (emas atau perak yang berbentuk perahu, kalo ga salah namanya Tael, cmiiw) dibawah tumpukan sayur dan buah-buahan. Maksudnya untuk kejutan kepada calon mantu ketika menerima buah pinangan sang pangeran.

Ketika kapal akan sandar sang pangeran memeriksa kapal untuk meyakinkan isinya sesuai yang dia harapkan. Tapi ternyata yang keliatan oleh hanya sayuran, buah-buahan dan hasil pertanian lainnya. Sang Pangeran pun panik, karena dia berharap orang tuanya mengirimi dia tael untuk menyenangkan sang putri. Setelah dia mengobrak-abrik kapal sampai putus asa dengan harapan menemukan tael diatara hasil bumi, akhirnya dia marah besar karena malu, dia melempar semua muatan kapal ke Sungai Musi dan menenggelamkan beberapa kapalnya. Ketika sebagian besar hasil bumi sudah dibuang ke sungai baru tampak oleh sang pangeran ada tael diantara hasil bumi tersebut.
"Pohon Cinta di Pulau Kemarau "
Merasa menyesal sudah membuang semua sang pangeran menyuruh seluruh hulu balangnya untuk mengambil sayuran yang sudah terlanjur dibuang ke Sungai Musi. Karena arus bawah Sungai Musi yang deras sebagian besar hulu balangnya mati tenggelam dan hanyut terbawa arus. Sang Pangeran pun kemudian menyuruh perwira pengawalnya untuk menyusul mengambil kembali tael yang sudah terlanjur dibuang ke sungai, dan seperti hulubalang lainnya, sang perwira pengawal pun tidak pernah timbul lagi ke permukaan Sungai Musi.
"Pagoda di Pulau Kemarau "
Merasa penasaran dan tambah panik akhirnya Sang Pangeran ikut nyebur untuk mengambil sendiri buah pinangan dari dasar Sungai Musi. Tapi seperti halnya hulubalang dan perwira pengawalnya, sang pangeran pun tidak pernah timbul lagi ke permukaan sungai. Melihat kejadian itu sang putri ikut panik karena calon suaminya tidak timbul lagi ke permukaan sungai, dia pun ikut nyebut untuk menolong calon suaminya. Tapi sang putri pun tidak pernah timbul lagi ke permukaan sungai. Tidak lama berselang dari tenggelamnya sang putri dari dasar sungai timbul gundukan tanah ke permukaan sungai yang akhirnya menjadi cikal bakal delta Pulau Kemarau ini. Atas kejadian itu masyarakat pun meyakini kalau gundukan tanah itu merupakan nisan sepasang kekasih itu. Lama kelamaan, seiring berjalannya waktu gundukan tanah itu makin membesar dan jadilah delta seperti sekarang ini. Nama "Pulau Kemarau" ini sendiri diberikan oleh masyarakat setempat karena pulau ini selalu kering dan tidak pernah hilang tenggelam, bahkan ketika air Sungai Musi pasang besar sekalipun.